.
.
.
Meskipun putri kandungnya tiba-tiba menampakkan diri, wanita itu tetap tenang.
Tindakannya menghindari suasana kacau, dan mendorong upacara dengan tenang lebih anggun dan bermartabat daripada bangsawan lainnya. Ini sama sekali tidak cocok untuknya dengan julukan "Eckart's crazy dog".
"Untuk pemeran utama wanita."
Saat dia mengatakannya dengan suara rendah seolah-olah itu adalah mantra sihir, waktu semua orang di aula berhenti pada saat itu.
Sementara itu, wanita yang mengangkat gelasnya untuk dirinya sendiri, meminum anggur dengan sekali teguk.
"Ukhukk!"
Tiba² dia pingsan, muntah darah. Rambut merah muda gelap, yang mendekati merah, perlahan runtuh seperti bunga yang jatuh.
Tapi Derrick masih tidak bisa langsung mengatakan apa yang salah. Tidak hanya itu, tetapi semua orang termasuk Yvonne, Renald, dan Duke yang berdiri tepat di sampingnya, berdiri membeku, kebingungan tanpa menyadari situasinya.
Tubuh wanita yang hancur itu berhasil berpegangan pada meja.
"Okhoock!"
Tapi sekali lagi, tubuh kecil itu bergetar dan memuntahkan lebih banyak darah.
"Cepat panggil dokter...!"
"ΑΑhhhhh-!"
Jeritan dapat terdengar selangkah kemudian, meninggalkan upacara itu dalam bencana besar.
"Penne..."
Derrick menggerakkan bibirnya dan melangkah maju secara naluriah.
Saat itu.
"Penelope Eckart-!"
Bruk-! Seseorang mendorong tubuhnya dengan keras.
Saat dia terhuyung dan kehilangan keseimbangan, Derrick bertanya-tanya pada saat yang singkat, ketika dia melihat rambut pirang yang berkibar.
Putra Mahkota, yang duduk di belakang, berlari seolah-olah dia adalah tornado. Seolah-olah dia telah bergerak dalam sekejap, dia tiba dan memeluk tubuh yang roboh di dekatnya. Tak butuh waktu lama untuk cairan merah menodai seragam putih nya.
Baru saat itulah Derrick menyadari bahwa yang dimuntahkan Penelope adalah darah. Pada saat yang sama sesuatu yang besar mulai membebani pundaknya dan dia tidak bisa menggerakkan tubuhnya.
Dia hanya membuka matanya dan melihat rambut merah tua yang terkulai di pelukan Putra Mahkota.
"Panggil dokter, Panggil dokter! Segera!" Dengan Penelope di pelukannya, Putra Mahkota gemetar.
Suara gemuruh akhirnya mengurai suasana yang mati rasa. Satu per satu, para tamu yang membeku, dengan rasa shock, mulai bergerak.
"Buka matamu, tuan putri. Huh? Jangan ditutup, tidak. Ku mohon... Tolong..."
Tidak peduli dengan darah yang lengket di tangannya, Putra Mahkota membelai Penelope dan berbisik.
Ada perasaan kasih sayang yang aneh di antara mereka berdua, yang terlibat dalam berbagai rumor bersama².
Duke, yang terlambat sadar, mendekati mereka dengan wajah pucat.
"....Ya-yang Mulia."
"Sial, kapan dokter akan datang? Apa kau tidak lihat dia sekarat?"
Tetapi begitu dia berbicara, mata Putra Mahkota berkobar dan meledak dengan amarah. Seolah-olah Duke akan mengambil wanita dalam pelukannya.
"S-saya bisa menyelamatkan hidupnya!" Kemudian, seseorang berteriak dengan mendesak.
"Marquis Verdandi."
Itu tidak lain adalah Vinter Yang segera muncul dari kerumunan. Dia dengan cepat mendekati Putra Mahkota, yang sedang menggendong putri yang tidak sadarkan diri dengan kulit pucat.
"Yang Mulia Putra Mahkota, izinkan saya untuk melihatnya sebentar."
"Apa yang bisa kau lakukan?"
"Ada penawar yang biasanya saya bawa jika terjadi keadaan darurat."
"Marquis Verdandi! Apa anda mengatakan seseorang mencoba meracuninya di Dukedom sekarang?!"
Duke bereaksi dengan sensitif. Hal ini karena itu adalah masalah sensitif yang dapat menyebabkan masalah politik. Terlalu dini untuk membuat keputusan yang pasti, hanya dengan keraguan yang mendalam.
"Itu bukan ... Sesuatu yang berani saya jawab," Vinter melirik putra mahkota dan orang-orang di sekitar Penelope.
"Saya hanya ingin memberinya pertolongan pertama yang bisa kita lakukan segera."
"Bagaimana bisa kau begitu yakin?" Putra mahkota menatapnya dan membuka mulutnya dengan berat.
"Bahkan jika sang putri meminum racun, aku tidak tahu apa yang kau miliki dan apa yang akan terjadi padanya."
"Ini adalah penawar racun dalam situasi ekstrim." Vinter menjawab dengan tenang.
"Akan sulit untuk menguraikannya sepenuhnya karena saya tidak tahu persis jenis racun apa yang putri ambil, tapi setidaknya itu akan berfungsi sebagai netralisasi sampai batas tertentu."
Putra Mahkota memelototinya dengan mata terbuka lebar mendengar kesimpulan anumerta itu. Tampaknya ada keraguan apakah dia bisa dipercaya.
Duke menggelengkan kepalanya dengan tatapan muram. "Yang mulia benar. Masih belum jelas jika Penelope benar-benar diracuni, mari kita tunggu sampai dokter datang...."
"Racun atau apapun, jika tidak membahayakan tubuhnya, berikan padanya sekarang." (Ren)
"Rennald."
Sampai saat itu, Renald yang membeku dengan wajah kosong memberi isyarat kepada ayahnya dengan mata merah.
"Tapi..."
"Apa kau tidak percaya pada Marquis Verdandi, Ayah? Ini namanya pertolongan pertama. Dia akan mati sebelum dokter datang!"
"......"
Duke, yang mengidentifikasi arah ujung jari Rennald, mengubah wajahnya dan menutup mulutnya.
Sampai saat ini, tubuh Penelope, yang terus-menerus kejang dengan batuk darah, terdiam.
Matanya, yang Callisto mohon agar tetap terbuka, tertutup dengan indah dan tidak ada gerakan. Tubuhnya yang dingin tampak seperti mayat, bahkan nafas yang perlahan² melemah.
Putra Mahkota, yang mengkonfirmasi keadaannya, memerintahkan dengan suara yang keras.
"Berikan padanya!"
"Yang mulia!"
"Tapi jika ada yang salah," Terlepas dari teriakan pembangkangan Duke, Putra Mahkota melanjutkan.
"....Kau harus bersiap, Marquis."
Ketika izin diberikan, Vinter dengan hati-hati meletakkan tangan di wajah Penelope, yang dibungkus dalam pelukan putra mahkota. Di depan orang lain, dia berkata dengan tenang, tetapi ujung jarinya gemetar dengan lucu saat dia menutupinya dari mata orang lain.
Untuk berjaga-jaga, dia membawa penawarnya, tapi dia bersumpah demi Tuhan, dia tidak tahu itu akan digunakan seperti ini.
'....Aku seharusnya menolak pada saat itu, tidak peduli apa yang dia katakan.' setitik penyesalan melintas di benaknya.
-"Dia Bilang kalau anda menolak, anda harus membayar hutang anda."
Tetapi ketika dia mendengar kata-kata pelayan itu, dia tidak bisa mengatakan tidak lagi.
Dia adalah orang berdosa baginya. Dosa karena sembrono mencurigai dan menguji seseorang yang tidak ada hubungannya dengan Leila.
-"Tetapi Anda seharusnya tidak menipu orang dengan kebohongan seolah-olah itu adalah minat atau keingintahuan."
Pada saat yang sama, dia bersalah karena menipunya dengan kebohongan yang bahkan tidak mencerminkan perasaannya yang sebenarnya.
Sejak dia diberi tahu untuk tidak menghubunginya sampai ia menemukannya terlebih dahulu, dia terus menerus menderita antara keinginan untuk menghubunginya dan alasan dia harus menyerah dan bertahan.
Dan ketika ia akhirnya mengirim pelayan untuk mencarinya dan kemudian dia mendapat permintaan dari pelayan itu...
Lucu bahwa yang dia rasakan saat itu adalah kelegaan bukan kekecewaan.
Dia tahu bahwa itu adalah gagasan yang senonoh yang jauh dari keyakinan yang dia pegang teguh.
Meskipun demikian, saat membuat racun tanpa penawar, dia tidak pernah mengira ia akan meminumnya sendiri. Dia tidak berpikir ia akan jatuh karena racun yang bahkan tidak dia buat dan akhirnya pingsan....
'Tapi kenapa? Dia tahu dengan jelas bahwa cangkir emasnya diracuni.'
Pasalnya, warna manik-manik pada kalung tersebut telah berubah. Ia seharusnya melihat warna yang cukup cerah untuk dikenali bahkan untuk seseorang yang duduk dari jauh.
'Lalu kenapa dia meminumnya dengan ekspresi muram?'
Dia merasa mual karena kebingungan. Tapi ini bukan waktunya untuk berpuas diri memikirkan pertanyaan² yang belum terjawab.
Dia menggigit bibirnya dan mengeluarkan botol yang menyentuhnya dengan ujung jarinya. Dia membuka tutup botol kaca kecil berisi cairan ungu dan membungkukkannya lurus ke bawah.
Sebuah pikiran pahit datang saat melihat Putra Mahkota yang memeluknya. Putra Mahkota, yang telah memberikan perintah melalui mulutnya sendiri tapi tidak mau membiarkan Putri pergi dari pelukannya. Seakan² ia tak bersedia menunjukkannya dengan siapapun.
Sambil menekannya, dia berbicara. "Yang Mulia, tolong tunjukkan wajah putri..."
Putra Mahkota memelototinya dengan mata merah sedingin es, dan dengan enggan menunjukkan wajah sang putri dari pelukannya. Sebuah wajah dengan darah keluar dari mulutnya terungkap.
Vinter, yang memejamkan matanya sejenak karena shock, segera membuka bibirnya dengan sentuhan hati-hati dan memiringkan botol ke mulutnya.
Satu tetes, dua tetes, tiga tetes. Cairan yang menyerupai racun yang dia diberikan padanya, masuk ke mulutnya.
Dalam sekejap, ada suara nafas yang samar dan tertinggal. Untungnya, secara bertahap napasnya kembali ke keadaan aslinya tak lama kemudian. Kulitnya yang pucat seperti mayat juga mulai memerah.
"Duke! Saya sudah membawa Dokter!"
Tepat pada saat kepala pelayan memanggilnya dan peralatan medis dengan tandu tiba. Setelah pertolongan pertama oleh Vinter, Penelope dengan cepat dipindahkan ke mansion.
"Ha......" Desahan lega datang dari masing-masing mulut dari mereka yang menonton yang telah menahan napas.
Kecuali satu orang. Derrick.
Dia mengambil langkah mundur di tengah-tengah perubahan situasi yang mendadak dan menyaksikan semuanya dengan tenang sampai akhir.
Plakk-!
Saat pipinya terasa perih dan terbakar, dia sadar.
"Apa yang sudah kau lakukan!?!"
(╬ಠิ益ಠิ)
Ketika dia membuka matanya, dia melihat wajah ayahnya yang terdistorsi.
.
.
.
.
____
Translator 👇🏻
Sweet_dreams_pray
Proofreader👇🏻
ElyYhana
Okeh! No SUMPAH SERAPAH!!
PALING GK, DISENSOR DIKIT GITUH..
🤫🤭
Jika ada yang tidak dimengerti, boleh TANYA JAWAB DI KOMENTAR yaa!!. mohon dimaafkan..
( ̄ε ̄ʃƪ)
Komentar
Posting Komentar