.
.
.
Merinding bermunculan di sekujur tubuh ku, saat pikiran ku berpacu melalui semua kemungkinan dan asumsi, dan aku merasa diriku membeku di tempat, darah merembes dari wajah ku.
Aku begitu terbiasa dengan keluarga ini sehingga aku bahkan tidak memikirkannya.
'Jika aku berhasil melarikan diri, lalu bagaimana dengan Penelope?'
Tidak peduli seberapa fiksinya game ini, orang mati tidak akan pernah bisa hidup lagi.
Itu hanya urusan keluarga, tapi aku tidak bisa menghilangkan rasa takut yang mengalir di belakang leherku.
'Bagaimana dengan cerita gamenya?
Tanpa Penelope, apakah heroin wanita dapat menargetkan pemeran utama pria?'
Kepalaku tidak berfungsi dengan baik. Hal terpenting disini adalah pelarian ku.
'Bagaimana dengan ku? Bisakah aku keluar dari permainan ini?'
Mataku berputar seolah-olah aku telah jatuh ke dalam labirin tanpa jalan keluar.
Nafasku menjadi berat. Duke tampak terkejut ketika dia melihatku terengah-engah.
"Aku salah bicara, lupakan saja."
Namun, jantung ku yang berdebar kencang tidak tenang.
Melihatku semakin pucat, dia buru-buru bertanya.
"Penelope, apakah kamu kesakitan? Haruskah aku menghubungi dokter?"
"Tidak. Tidak, Ayah...."
Aku menggelengkan kepalaku dengan susah payah.
Dan seperti biasa, aku menahan nafas dan mencoba memaksa hatiku untuk tenang, lalu membuka mulutku.
"... Saya sedikit terkejut bahwa Ayah tahu."
Duke menerima alasan ku dengan wajah tegas. Dia menggerakkan bibirnya sedikit, lalu berbicara dengan susah payah.
"Penelope, aku...."
"......"
"Aku ayah yang tidak berpengalaman dan tidak sedap dipandang sehingga aku masih tidak tahu bagaimana memperlakukan mu."
Aku terus menahan nafas saat aku menatapnya dalam diam, menunjukkan ketulusannya untuk pertama kalinya.
"Kupikir sudah cukup jika aku memberimu semua barang yang ingin kamu beli, atau aku mengabaikan mu setiap kali kamu marah dan meneriaki ku seperti sebelumnya."
"......"
"... Kupikir itu akan berhasil."
Tapi bukan itu, dan sekarang dia tahu itu. Itu adalah realisasi yang menyedihkan.
Akhirnya, dia diam-diam menatapku, tidak dijawab, dan dia berbicara tiba-tiba.
"... Eclise, apakah dia orang baik?"
Aku mengalihkan pandanganku pada kata-kata yang tiba-tiba itu.
"Apa yang anda...?
"Kamu selalu menjadi anak kecil dengan pikiran terbuka."
"......"
"Tapi kemudian dia membawa Yvonne masuk ... dan aku khawatir kamu akan terluka. Itu sebabnya aku tidak membiarkanmu bertemu dengannya."
"......"
"Tapi jika kamu benar² ingin.... Setelah upacara kedewasaanmu selesai, aku akan mengembalikannya sebagai pengawal mu lagi. Jadi.... Makanlah makananmu pada waktu yang tepat."
Aku memandang Duke dengan mata muram.
Dia seharusnya mengatakan itu tiga hari lalu.
Tidak, bahkan jika aku diizinkan untuk bertemu Eclise saat itu, tidak akan ada yang berubah.
Karena warna bar pengukur nya adalah merah tua yang berarti aku telah gagal dalam rute lengkapnya.
"... Bukan seperti itu, Ayah." Aku menggelengkan kepalaku perlahan.
"Saya sangat terkejut hari itu.
Dia hanya seorang dermawan yang membantu saya dalam keadaan darurat, dan dia bukan orang yang sangat berarti."
"Aku tahu kamu tidak serius."
Aku serius sekarang, tapi mungkin itu karena aku sangat menginginkan Eclise. Duke tidak mempercayainya.
"... Dan kemudian Yvonne." Aku balik bertanya dengan suara suram.
"Dia bilang dia menginginkan Eclise."
Duke tampak malu dengan kata-kataku, lalu menjawab dengan tenang.
"Dia harus tinggal di rumah yang sama untuk saat ini, dan seperti yang kamu katakan, kamu harus menjaga hubungan baik dengan saudari mu."
"Saya tidak tahu kalau sudah diputuskan bahwa dia adalah saudari saya."
"... Penelope."
Dia memanggilku seolah membujuk.
Kalau dipikir-pikir, Yvonne adalah kakak perempuan ku.
Pada saat dia kembali ke wilayah duke, aku teringat cerita bahwa dia merayakan upacara singkat kedewasaan pada hari festival sebagai hari ulang tahunnya.
'Kata-kata mu telah berubah lagi.'
Pada saat yang sama, aku menyadari perubahan halus dalam sikap Duke dibandingkan dengan tiga hari yang lalu.
'Saat itu, sepertinya dia setengah bertekad untuk menghubungkan Eclise ke Yvonne.'
Aku mencoba memahami sisi mana Duke berada sebenarnya.
Segalanya tiba-tiba tampak tidak berarti.
'... Apa gunanya mendapatkan itu sekarang?'
Dengan segudang peluang yang terlewatkan, aku sekarang berdiri tepat sebelum akhir mode keras.
"Duke." Aku mengucapkan gelar yang sudah lama tidak ku panggil.
Mata biru Duke sangat membesar karena panggilan yang sudah lama tidak didengarnya.
Aku berbicara dengan tenang. "Tolong jangan terlalu mengkhawatirkan saya sekarang."
"... Penelope."
"Saya sangat berhutang budi karena tinggal di wilayah duke sebagai Lady pengganti Yvonne selama enam tahun. Saya telah belajar dari apa yang telah saya lihat, dan saya sadar bahwa mengetahui kapan harus pergi adalah kebajikan seorang bangsawan."
"Apa, apa yang kamu bicarakan? Apa maksud mu 'menggantikan'?"
"Saya tidak ingin seluruh Dukedom menjadi bahan lelucon karena saya. Saya ingin pergi dengan tenang."
"Pergi katamu?!" Duke, yang tergagap dalam penyiksaan, marah pada saat itu.
"Kenapa kamu terus mengatakan hal seperti itu berulang kali?, dan kemana perginya wanita yang belum menikah ketika dia meninggalkan rumahnya?!"
"Putri asli anda sudah kembali."
"Haah..."
Duke menghela nafas dalam-dalam dan menyentuh dahinya. Dengan mata suram yang bahkan bisa kusadari, dia berbicara.
"Apa yang kamu bicarakan, Penelope. Kamu putriku juga."
"... Sekarang belum terlambat, Duke. Tolong batalkan upacara kedewasaan saya."
"Penelope Eckart!" Dia berteriak lagi.
Aku tidak melakukan ini hanya untuk menghindari upacara kedewasaan. Sudah terlambat untuk melakukan itu.
Itu adalah nasihat bagi Duke, yang mengundang semua bangsawan Kekaisaran dan bahkan orang-orang dari negara lain.
"Jika Anda khawatir akan kehilangan muka dari orang lain, Anda dapat menundanya untuk sementara waktu kemudian mengadakan upacara kedewasaan Yvonne secara besar²an"
"Aku tidak mendorong upacara kedewasaan ini hanya untuk menjaga muka!"
Duke, yang sekali lagi menjadi marah, mengerucutkan bibirnya.
Dia, yang menatapku dengan tajam, lalu mengendurkan matanya dan menghindari tatapanku.
Dalam beberapa detik suaranya, dia memiliki ekspresi yang tampak seperti dia berusia sepuluh tahun.
"....Aku ingin memberimu upacara kedewasaan yang terbaik sekali seumur hidup mu." Kemudian, dia mengaku mengapa dia tidak bisa membatalkan upacaranya.
"Untuk membuatmu bahagia, aku ingin meminta maaf meskipun aku tahu ini sudah terlambat...."
Sekali lagi, aku tidak bisa menghentikan wajahku dari sangat terdistorsi.
"Yvonne, ya."
"......"
"Aku senang melihat anak yang kupikir sudah mati kembali. Aku merasa bersalah saat memikirkan bagaimana kamu pasti mengalami masa sulit, dan aku minta maaf karena telah mengadakan perjamuan besar untuk upacara kedewasaanmu tanpa persetujuan mu."
"......"
"... Tapi kamu juga putriku, Penelope. Aku tidak pernah berfikir kamu bukan putriku sejak aku membawamu ke wilayah Duke."
Penglihatan ku kabur. Aku mengalami kesulitan untuk mengeluarkan kebencian yang tidak pernah ku tunjukkan sejak aku datang ke sini.
"... Tapi kenapa anda tidak mendengar keinginan saya sekali ini?"
"Apakah aku, sekali lagi, membuat kesalahan?" Duke bertanya kembali dengan suara lelah.
"Mari kita sembunyikan Yvonne selama upacara kedewasaanmu, lalu adakan acara itu dengan lebih baik daripada orang lain, bisakah kita melakukannya?"
"... Duke."
"Maaf aku tidak bisa mengabulkan keinginan mu untuk membatalkan upacara kedewasaan mu. Tapi ada beberapa tamu yang sudah datang, jadi membatalkannya tidak masuk akal."
Duke menolak pertarungan ku dengan keengganan yang lembut namun bertekad.
"Aku akan mengumumkan berita tentang Yvonne setelah upacara kedewasaanmu selesai dan beberapa waktu telah berlalu. Jadi, kamu bisa berpikir tentang hari yang baik di upacara..." Duke, yang tengah berbicara, menghentikan kata-katanya.
"Penelope."
Mata biru perlahan mengembang.
Berderit- Duke menyeret kursinya dan bangkit dengan kasar dari kursinya.
"Sayang, kenapa, ada apa? Hah?" Dia meraihku, gelisah.
Kehangatan panas menyentuh ke bawah mataku. Baru kemudian aku menyadari bahwa mata ku basah.
"Pada hari yang begitu membahagiakan dan sekali seumur hidup, kenapa kamu menangis?"
"......"
"Sayangku, semuanya salah Ayah mu. Tolong jangan menangis. Oke?"
Duke, yang tidak yakin harus berbuat apa dengan air mata ku yang mengalir, akhirnya memeluk ku dan menghibur ku.
Aku tidak merasa sedih, tapi aku tidak tahu mengapa air mata mengalir.
Dia hanyalah karakter dalam sebuah game.
Tapi meski begitu, tanpa mengabaikan Penelope dan masih membuatku sengsara berkali-kali segera setelah aku mengambil alih tubuh ini.
Dan pada saat itu, dia benar² merasa seperti seorang ayah.
"....Ayah."
"Ya, ceritakan semuanya."
Selamat tinggal.
Aku menggumamkan salam yang tidak bisa aku ucapkan kepada Duke.
-"Di pagi hari, bisakah anda datang untuk mengucapkan salam?"
-"Salam?"
-"Ya ... Sedikit salam perpisahan untuk putri kekanak-kanakan anda yang belum dewasa."
Ini melengkapi perpisahan ku dengan Duke, yang ku ucapkan sebelumnya seolah-olah aku sedang bercanda.
.
.
.
____
Okeh! No SUMPAH SERAPAH!!
PALING GK, DISENSOR DIKIT GITUH..
🤫🤭
Jika ada yang tidak dimengerti, boleh TANYA JAWAB DI KOMENTAR yaa!!. mohon dimaafkan..
( ̄ε ̄ʃƪ)
Komentar
Posting Komentar