.
.
.
Pikiranku jadi kosong.
'Kenapa Duke ada di sini pada jam segini?'
Begitu pikiran itu terlintas di benak ku, dia mengetuk lagi.
"Bolehkah aku masuk, Penelope?"
"Oh, ya, ya. Ayo masuk."
Aku tidak bisa menahan Duke di luar selamanya, jadi aku bergegas menjauh dari laci.
Klik-!
Pintunya langsung terbuka. Saat dia memasuki ruangan, dia tiba-tiba berhenti berjalan ketika dia melihatku, matanya bergetar halus.
".. Ayah?" Aku memanggilnya dan dia beranjak lebih jauh ke dalam kamar.
Duke duduk di meja dekat jendela seperti yang dia lakukan ketika dia berbicara kepadaku tentang menyerahkan tambang tempo hari. Aku mengikuti dan duduk di seberangnya.
Sulit untuk menghadapi Duke tanpa persiapan sebelumnya dan dengan pikiranku yang kemana-mana.
Aku mengambil nafas dalam beberapa kali untuk menenangkan hatiku yang gemetar dan ketika napasku menjadi stabil lagi, aku berbicara.
"Apakah Anda ingin saya memberi tahu mereka untuk membawakan teh?"
"Tidak perlu."
Duke berhenti sebentar. Keheningan yang canggung telah terjadi.
Ketika dia tidak menunjukkan tanda-tanda akan membuka mulutnya lebih dulu, aku dengan enggan bertanya lagi.
"Apa yang membawa anda kemari?"
Mendengar kata-kataku, Duke memberikan tatapan bingung yang langka padaku.
"Bukankah kamu memintaku untuk datang dan menyambutmu di pagi hari upacara Kedewasaan?"
"Ah."
'Aku memang memintanya untuk-, ups!'
Itu adalah hal terakhir yang ku katakan sebelum heroin wanita itu muncul. Aku lupa. Itu tidak terlalu berarti bagiku.
Saat itu, aku sedikit khawatir dia akan sedih kehilangan putri angkatnya yang berpura-pura menjadi dewasa untuk sementara waktu. Dan aku masih berharap bisa melarikan di hari ini.
'Aku tidak tahu itu akan berakhir seperti ini ...'
Tentu saja, setelah kupikir-pikir, itu semua omong kosong.
Aku menjawab dengan santai, berusaha untuk tidak menunjukkan perasaanku yang tajam.
"Terima kasih telah mengabulkan permintaan saya."
"Hari ini..." Duke sedikit ragu-ragu.
"Kamu sangat cantik hari ini, Penelope."
Duke awalnya pelit dengan pujian. Aku sedikit terkejut dengan pujiannya yang tidak terduga dan merasa jemu.
"Terima kasih ayah."
Penampilan rapi Duke juga mewah dan menakjubkan. Saat aku melihat jaket hitamnya dengan pola Eckart bening yang diukir dengan perak, aku menjawab dengan cara yang membosankan dan kering.
"Ayah juga terlihat tampan hari ini."
"Kamu mengenakan gaun dan aksesori yang belum pernah kulihat sebelumnya.... kamu bilang kamu tidak ingin menggunakan penjahit Ratu, apakah kamu membelinya secara terpisah?"
"Iya..."
"Ini terlihat bagus untukmu. Kamu cantik."
Aku tidak mengoreksinya karena aku tidak bisa mengatakan itu adalah hadiah Putra Mahkota.
Aku merasa semakin aneh. Perutku akan terasa mual lagi, jadi aku mengencangkan kepalan tanganku.
"Tapi apa yang ada di tanganmu itu?"
Tiba-tiba Duke melirik salah satu tanganku.
Aku mengikuti garis pandangannya dan melihat untaian perak panjang mencuat dari tanganku yang erat.
"Ah." Aku mengeluarkan suara yang mengkhawatirkan.
Aku sangat gugup sampai lupa bahwa aku masih memegang kalung itu dengan erat di tangan ku.
Ujung ornamen bintang lolos dari jemariku.
"Apakah itu kalung?"
Sekilas, kalung itu terlihat unik sehingga mata sang Duke bersinar penuh minat.
Aku buru-buru mengulurkan tanganku dan menggantungkan kalung itu di leherku.
"Ya, saya mendapatkannya sebagai hadiah."
"Hadiah? Dari siapa?"
"Pemilik toko senjata yang biasa saya kunjungi memberikan saya kalung sihir untuk merayakan kedewasaan saya. Ini tempat yang sama dengan saya membeli jimat anda."
"Oh, di sana. Itu sikap yang cukup bagus. Aku harus pergi membeli anak panahku dari sana lain kali."
Untungnya, Duke dengan sigap menerima penjelasan ku.
"Tapi itu tidak sesuai dengan gaun yang kamu kenakan hari ini."
"Tapi mengingat ketulusan dari orang yang memberikannya, saya akan memakainya."
Tentu saja, aku tidak bermaksud begitu. Aku akan melepasnya begitu Duke pergi.
"... Kamu memiliki hati yang indah."
Reaksinya aneh. Ada apa dengan dia hari ini?
Aku menatapnya dengan mata aneh dan bertanya dengan hati-hati.
"... Apakah Anda mungkin ingin mengatakan sesuatu kepada saya?"
"Tidak, tidak seperti itu. Aku hanya datang untuk melakukan apa yang kau minta untuk kulakukan ..."
"Begitu. Senang bertemu dengan anda sebelum makan, Ayah. Anda pasti sibuk menerima tamu. Saya khawatir saya terlalu banyak meluangkan waktu anda."
Aku sudah menyuruhnya untuk pergi.
Duke, bagaimanapun, ragu-ragu, seolah-olah dia memiliki sesuatu untuk dikatakan.
Setelah waktu yang lama, dia segera mengeluarkan sesuatu dengan desahan yang dalam.
"... Maafkan aku."
Itu adalah permintaan maaf yang tidak terduga. Aku bertanya balik dengan tatapan bingung.
"Untuk apa?"
"Apakah kamu tidak frustrasi dengan kebebasan terbatas yang kamu miliki karena aku menempatkan penjaga di luar pintumu? Aku akan menghapusnya setelah upacara kedewasaan mu."
Oh itu.
Masa frustasi telah berlalu.
"Saya mengerti, Ayah. Saya akan melakukan hal yang sama jika saya jadi anda."
Aku berkata dengan suara terlatih.
Setelah percakapan dengan ku, dia sepertinya memiliki hati nurani yang bersalah.
Duke sering seperti itu.
Jika dia pikir dia bertindak terlalu jauh dengan sesuatu, dia akan memberikan kompensasi materi. Itu adalah cara dia meminta maaf.
(Minta maaf kok gitu. ٩(๑'^'๑)۶)
'Aku tidak tahu kau akan mengatakan kau juga menyesal.'
Aku mengucapkan kata-kata yang membebaskan Duke dari penyesalannya, seperti yang selalu dia inginkan.
Lagipula ini yang terakhir.
"Jika anda mencoba menghentikan saya dari menyakiti Yvonne, anda tidak punya pilihan selain mengawasi saya. Lagipula aku tidak punya urusan apa-apa untuk pergi keluar, jadi saya baik-baik saja."
".. Apa?" Duke berhenti dan kembali menatapku, terkejut.
"Apa yang kamu bicarakan, Penelope. Nak, bukan itu."
"Lalu apa itu?"
"Aku melakukannya untukmu. Karena aku mengkhawatirkanmu."
"... Apa?"
"Apa kamu tidak melihat.... raut wajahmu.... ketika budak itu membawa masuk Yvonne?"
"Apa yang anda...?"
Aku merasa sangat bertolak belakang menghadapi mata biru Duke.
Jawabannya sedikit berubah dari saat kita membicarakan topik yang sama beberapa hari yang lalu.
Sebelumnya, dia tidak mengkonfirmasinya, tapi dia tidak menyangkal kata-kata ku bahwa dia mengawasi ku seandainya aku menyakiti Yvonne.
Tapi...
"Apa ... maksud anda, Ayah?"
Aku balik bertanya, bingung. Setelah jeda yang lama, Duke membuka mulutnya dengan tegas.
"Itu tidak lama setelah berakhirnya kompetisi berburu."
"Rennald datang menemuiku. Dia bilang dia harus mengaku sesuatu."
"Mengaku apa?"
"Apakah kamu ingat kejadian yang terjadi tidak lama setelah kamu datang ke Duchy? Alasan mengapa kita menutup lantai tiga?"
"Ya tentu saja..."
Aku bahkan tidak bisa melupakannya sendiri, bukan Penelope yang asli.
Ketidakadilan yang dia rasakan saat itu, penderitaan yang dia alami sehingga memanggil Duke dengan gelarnya dan bukan 'Ayah'.
"Rennald memberitahuku tentang insiden itu. Bahwa bukan kamu yang mencuri kalung Yvonne."
Aku terkejut. Aku tidak pernah membayangkan ini akan terjadi.
"Apakah anda.... tahu segalanya?"
Meskipun itu bukan aku yang mengalami, perasaan panas meluap ke tenggorokan ku.
Dalam permainan tersebut, Penelope disalahkan sampai dia meninggal.
"Fakta bahwa saya tidak melakukannya.... dan bahwa Rennald adalah pelaku sebenarnya, semuanya....?" Suaraku bergetar dan Duke mengangguk dengan muram.
"Dia memintaku untuk menghukumnya."
Aku tidak tahan lagi, jadi aku menunduk.
Duke berbicara perlahan.
"Aku tidak bisa menghukumnya dengan benar. Yang kulakukan hanyalah melatihnya lebih intens."
"......"
"Aku ingin mengalahkannya dengan sekuat tenaga, tetapi tiba-tiba aku bertanya-tanya apakah aku berhak melakukan itu."
"......"
"... Penelope."
Duke dilanda penyesalan dan menyalahkan diri sendiri.
Dia menatapku dengan mata merah.
"Saat aku pertama kali melihatmu, ka.u terlalu kecil dan kurus. Saat kamu datang untuk memohon padaku sesuatu untuk dimakan dengan mata gersang yang tidak seperti anak kecil, entah bagaimana aku takut bahwa Yvonne mungkin juga melakukan hal yang sama di tempat lain."
"......"
"Kadang-kadang setiap kali kamu datang untuk mengemis, aku mencoba memberimu sesuatu untuk dimakan, tetapi suatu hari aku memberimu koin emas dan kamu tersenyum untuk pertama kalinya. Itu sangat cantik."
"......"
"Aku tidak bisa membiarkanmu mati kelaparan di samping ibumu yang sudah meninggal. Jadi aku memutuskan. Untuk memastikan agar kamu tidak mengemis atau kelaparan lagi, untuk memberi makan kamu sampai kenyang."
Itu adalah pertemuan pertama antara Penelope dan Duke. Bahkan tidak disebutkan di dalam game.
"Tapi aku bodoh, aku secara impulsif membawamu ke sini dan tidak tahu bagaimana menjagamu. Bukan hanya kamu, tetapi Derreck dan Rennald juga."
"......"
"Begitu pula dengan kasus pencurian waktu itu, aku hanya mengira kamu menginginkan aksesori. Sebagai seorang ayah, kupikir aku harus menutupi kesalahanmu."
"......"
"Jika aku tahu kamu akan memanggil ku Duke selama enam tahun setelah itu, aku tidak akan melakukannya."
Duke bergumam dengan suara kesepian seolah-olah menghidupkan kembali hari itu.
'Kenapa, kenapa dia mengatakan ini sekarang ...'
Aku mengatupkan gigi. Sudah terlambat.
Apakah Penelope dilecehkan dan berakhir mati, semuanya karena awal yang buruk untuk hubungan mereka?
Saat aku terus menatap kosong tanpa berkata apa-apa, dia berhasil membuka mulutnya lagi.
"Aku sudah lama melupakannya. Pandangan yang kamu berikan padaku hari itu masih ada di benakku."
"......"
"Dan beberapa hari yang lalu, kamu memiliki ekspresi yang sama di wajahmu ketika kamu melihat pria yang membawa Yvonne."
"Satu-satunya hal yang terpikir olehku adalah menjauhkanmu darinya dengan cara apa pun."
"Seperti apa penampilan saya?"
"Itu...." Duke menyapu wajahnya dan tidak bisa berbicara dengan benar.
"....Tanpa ekspresi." Dia ragu-ragu dan berjuang untuk meludahkannya.
"Sejak kecil kamu memang sering marah, tapi saat amarahmu mencapai puncaknya, kamu cenderung menutup mulut dan menghapus perasaanmu."
Aku sedikit terkejut karena itu benar dengan diri ku yang asli.
Aku percaya bahwa jika aku menahan napas sampai aku hampir tersedak, segala sesuatu yang buruk akan hilang sebentar lagi dan kedamaian akan datang.
Seolah-olah mengingatku sejak saat itu, Duke tampak bingung dan melirik.
"Tapi matamu.... yang cahayanya perlahan memudar, menjadi semakin tak bernyawa, dan anehnya berubah."
"......"
"Ada kalanya aku merasa seperti sedang menatap orang mati."
Duke mengerutkan kening dan akhirnya tidak bisa menyelesaikan kata-katanya.
'Ah.'
Kesadaran yang kejam menyambarku seperti kilat.
Aku bisa tahu secara naluriah.
Penelope meninggal.
Untuk membunuh emosinya, dia menahan dan menahan nafas sampai dia akhirnya mati.
Aku memasuki tubuh Villain yang mati sebelum game menginginkannya.
.
.
.
.
____
Selamat pagi, jangan lupa jaga kesehatan!!
Chapt berikutnya, setelah jeda pesan² berikut.
(*'∀'*)
Okeh! No SUMPAH SERAPAH!!
PALING GK, DISENSOR DIKIT GITUH..
🤫🤭
Jika ada yang tidak dimengerti, boleh TANYA JAWAB DI KOMENTAR yaa!!. mohon dimaafkan..
( ̄ε ̄ʃƪ)
Komentar
Posting Komentar