Langsung ke konten utama

Chapter 15


.
.
.
Aku benar-benar berhenti berdarah saat aku tiba di pintu ruang dansa dengan saputangan menempel di leherku. 

Tidak ada yang tahu jika Vinter diam-diam memberikan sihir pada sapu tangan itu, aku mengetahuinya bahwa ia adalah seorang penyihir. 

Aku tersentak berhenti ketika aku akan memasuki ruang dansa untuk memeriksa diriku sendiri. 

'Aku tidak tahu mengenakan gaun dengan warna kusam akan sangat membantu hari ini.'

Noda darah pada gaun yang kukenakan hampir tidak terlihat karena warnanya yang gelap. 

Berkat itu, aku hanya perlu memberikan sedikit sentuhan pada rambutku sebelum aku masuk. 

Menemukan Derrick sangat mudah. 

Tuan kami adalah target dengan aura dingin yang bersinar sendirian dari semua orang di sekitarnya. 

'Dia menyuruhku diam saja dan tidak membuat keributan.... Dia akan marah jika dia melihat leherku terpotong.' 

Aku terlalu fokus memikirkan kembali peringatan yang diberikan Derrick kepadaku ketika kami tiba di area kerajaan sehingga aku tidak memperhatikan tatapan semua orang yang memandangiku.

Tidak memperhatikan bahwa Aku tidak baik-baik saja hanya karena pakaian Ku baik-baik saja. 

"....Oppa." 

Saya memanggilnya diam-diam. 

Untungnya, dia mendengar panggilan pelan yang dekat dengan bisikan dari sepanjang jalan di kerumunan karena dia berbalik untuk menatapku tepat setelah itu. 

"Aku pikir aku akan pergi sekarang, aku merasa tidak enak badan." 


Mata biru Derrick melebar ketika dia melihat adik perempuannya yang pucat yang tampak seperti akan pingsan dengan sapu tangan yang berlumuran darah menempel di lehernya. 

"Sekarang juga." 


Semuanya menjadi gelap saat itu dalam sekejap. 

Hal terakhir yang Ku lihat adalah Derrick berlari ke arah Ku dengan wajah pucat ketika Aku jatuh pingsan. 

* * * 

Aku tidak ingat apa-apa setelah aku pingsan di pesta dansa. 


"Nona-!"

"Cepat! Cepat dan bawa dokter!" 

Teriakan mendesak dan langkah kaki yang terburu-buru bisa terdengar dengan samar. 

Fakta bahwa Aku berbaring di tempat tidur selama berhari-hari, menderita hanya karena luka kecil di leher Ku, membuat Ku tertawa. 

Seolah-olah semua stres yang Ku abaikan, karena fakta bahwa Aku sibuk berusaha untuk bertahan hidup, meledak sekaligus di sana. 

Aku telah memimpikan banyak hal selama masa itu. 

Ku pikir Aku akan bermimpi tentang masa lalu Penelope sekarang setelah Aku jadi dia, tapi itu semua adalah masa lalu Ku yang di mimpikan. 

~ ~
Tidak terlalu lama sejak hari Aku memasuki SMA yang hanya dikunjungi anak-anak keluarga kaya, setelah Aku dibawa ke rumah itu. 

Aku mengemasi barang-barang Ku setelah kelas ketika seseorang menepuk bahu ku. 

- "Hei. Kakakmu sedang mencarimu. Dia menyuruhmu datang ke ruang penyimpanan gym."

Dia adalah salah satu dari anak-anak yang menyukai bajingan kedua yang pada dasarnya memiliki kekuatan pusat dan mengendalikan sekolah. 

Aku menuju ke ruang penyimpanan tanpa banyak memikirkannya. 

Aku memang memperhatikan bahwa bajingan kedua itu agak terlibat dengan intimidasi di sekolah, tetapi itu tidak terlalu serius untuk dipikirkan. 

- "Oppa...?"

Dengan hati-hati aku melangkah ke ruang penyimpanan, diam-diam membuka pintu. 

Aku tidak bisa melihat apa pun dalam gelap. 

Kemudian sesuatu tiba-tiba menutupi kepala Ku ketika aku sedang berkeliaran di tempat itu. Itu seperti kantong plastik. 

- "Ap, apa... Ack!"

Aku yang wajahnya tertutup, terlempar lebih dalam ke ruang penyimpanan, lalu dipukuli habis-habisan. 

Puluhan kaki menendang dan menginjak ku. 

Aku tidak punya waktu untuk memulihkan kesadaran. Yang bisa Ku lakukan saat ini adalah berteriak dari semua penyiksaan yang datang kepada ku sambil meringkuk. 


- "Wow, sekarang ini menyegarkan! Dari mana datangnya pengemis ini? Dia tidak berada di level yang sama untuk datang ke sekolah yang kita kunjungi." 

- "Hei. Tapi bukankah kita dalam masalah besar jika saudara-saudaranya tahu?"

- "Omong kosong. Saudaranya membencinya sampai mati. Aku mengikuti ayah Ku ke pertemuan dan dia dibawa² dalam percakapan mereka. Saudara-saudara mereka hanya menggigil jijik."

Mereka menyeringai dan mengucapkan kata-kata sampah sambil memperhatikan ku yang mencoba untuk kembali ke akal sehat ku dengan energi yang tersisa. 

Kata-kata itu lebih menyakitkan daripada tindakan mereka pada Ku beberapa saat yang lalu. 

- "Hei. Mulai sekarang, pastikan Kau tidak menanpakkan dirimu didepan kami, hmm?! Dan jangan katakan sepatah kata pun tentang hari ini."

Dengan kata² itu, Aku mendengar langkah orang² meninggalkan ruang penyimpanan. 

Aku berbaring di sana, di lantai, benar-benar diam selama setidaknya satu jam setelah itu. 


Itu karena aku sangat kesakitan sehingga aku bahkan tidak bisa bergerak. 

Sudah lama setelah itu ketika aku hampir tidak bisa berdiri lagi. 

Aku melepaskan tas plastik itu dari kepalaku dan melihat tas dan seragamku, hancur. 

Aku menuju ke kamar kecil dan mulai menyeka semua jejak kaki pada seragam ku sampai Aku menyadari bahwa bukan seragam yang harus Ku khawatirkan. 

Di cermin, aku melihat warna biru di mataku. Dari situ, Aku bisa tahu bahwa Aku ditendang bukan hanya tubuh saja, tetapi juga wajah ku. 

Sebuah tawa keluar dari mulut ku saat melihat ku seolah² mengatakan 'Saya sudah dipukuli'. 

Aku tidak ingat perasaan ketika aku ditendang, karena aku tidak sadar dan karena tadi pikiran Ku kosong. 

Aku berjalan dengan susah payah ke rumah yang seperti neraka itu. Aku sangat membenci rumah itu sehingga aku lebih baik mati daripada masuk, tetapi tidak ada tempat untuk pergi selain rumah itu. 


Aku tidak beruntung ketika aku memasuki rumah. Sudah ada ayah tiri Ku dan dua saudara tiri yang semuanya punya waktu camilan di ruang tamu pada saat Aku pulang. 

- "Saya pulang."

Karena aku bukan seseorang yang bisa bergabung dengan mereka, aku buru-buru membungkuk untuk menyambut mereka dan bergegas menuju ke tangga. 

- "Tunggu. Berhenti disana."

Biasanya, mereka tidak akan peduli jika aku kembali atau tidak. 

Tetapi hari itu harus terus menjadi hari yang buruk karena bajingan kedua memanggil Ku. 

- "Hei, aku sudah bilang untuk berhenti!"

Aku mengabaikannya dan terus berjalan. Bajingan kedua bangkit dari tempatnya ketika aku mengabaikannya. 


Perfelangan tangan ku sudah di raih sebelum bisa mencapai tangga. 

- "Hei, ada apa ini? Kenapa kau terlihat seperti itu?"

- "....Tidak banyak. Saya baru saja jatuh."

Saya menjawab dengan kepala menggeleng. Itu dimaksudkan untuk menyembunyikan memar biru di mata dengan rambutku. 

- "Hei, lihat aku. Apakah kau dipukuli?!"

- "Tidak. Seperti yang baru saja saya katakan, saya jatuh."

- "Ah, aku sudah bilang untuk mengangkat kepalamu!"

Aku ingin pergi ke kamar ku dan beristirahat untuk hari ini, tapi dia menghalangi ku untuk melakukan itu dan menarik rambut ku ke atas. 

- "Kau, ada apa dengan memar itu? Bajingan mana yang melakukan ini. Siapa mereka...?"

Wajahku yang berantakan terungkap oleh tangan bocah itu. 

- "itu bukan apa²."

- "Oh, ini bukan apa-apa? Bagaimana ini bu....!"

- "Ini benar-benar bukan apa-apa, serius! Bukan apa-apa, saya katakan itu bukan apa-apa!!"


Ku pikir aku sudah tidak waras karena aku berteriak kepadanya dan juga melepaskan tangannya dari ku tanpa keinginan ku. 

Bahkan ayah tiri ku dan saudara tiri tertua ky melebarkan mata mereka. Mungkin karena mereka belum pernah melihat ku marah karena aku bertindak seperti itu. 

Saat itu, Ku pikir Aku tidak bisa lebih menyedihkan dari ini. 

Fakta bahwa mereka bersenang-senang makan buah-buahan ketika aku dipukuli di ruang penyimpanan gim. 

- "Sejak kapan kau peduli padaku!"

Pemandangan bahwa mereka bertiga memiliki waktu keluarga di ruang tamu ketika aku masuk melalui pintu membuatku iri. Cemburu.

Dan aku yang tidak bisa bergabung dengan mereka....

- "Tolong tinggalkan aku sendiri! Apakah Aku pernah meminta kalian untuk melakukan sesuatu untuk ku sebelumnya? Aku bahkan tidak melakukan apa pun tapi kenapa! Kenapa kalian terus......!!"

Keheningan memenuhi ruang tamu yang bisa membuat seseorang merinding. 

Aku selalu berpikir bahwa menangis berarti kehilangan dan kegagalan tetapi aku tidak bisa menahan diri ku saat itu. Semua air mata yang aku tahan sampai sekarang membanjiri mataku seperti air terjun.


Aku menangis seperti anak kecil, tidak tahu wajah seperti apa yang mereka buat saat mengawasi ku. 

Beberapa hari kemudian, pada saat memar di mataku menghilang, bajingan kedua datang kepadaku dan berbicara. 

- "Aku menangkap mereka semua dan memukuli mereka sampai mereka setengah mati."

Itu adalah kata-kata yang dia ucapkan tanpa menyapa. Aku sudah agak tahu dari rumor yang mengatakan bahwa beberapa anak yang bermasalah dirawat di rumah sakit sekaligus. 

- "Seberapa banyak para berandalan itu memandang rendah dirimu untuk melakukan itu?"

Dia bergumam, menatapku yang menggelengkan kepala. 

- "Bagaimanapun, hal-hal itu tidak akan terjadi lagi, asal kau tahu."

Meski begitu, aku sama sekali tidak berterima kasih pada bajingan kedua itu. 

Aku jadi lebih terisolasi di sekolah. Tidak ada yang lebih baik, pada kenyataannya, mereka lebih sering menggertak ku. 

- "....Terima kasih Oppa." 


Aku ingin berteriak bahwa itu adalah kesalahannya, daripada memaksakan kata-kata terima kasih kepadanya. 

Mengapa Aku perlu berterima kasih ketika Kau sedang membersihkan kekacauan Mu sendiri? 

Aku hanya, benar².... 

Benar-benar...
~ ~ 

"....apa yang kamu katakan itu, tapi kenapa dia tidak bangun....!" 

Teriakan keras terdengar tetapi Aku tidak tahu siapa dan apa yang mereka katakan. 

Kepala Ku sakit. Aku membuka mata ku yang tidak mudah dibuka. 

"....Setidaknya lakukan itu. Jelas sekali kau bersama dengan bajingan gila pangeran mahkota itu...! " 

".... Berisikk." 

Seseorang segera mendatangi ku ketika Aku memaksakan suara Ku. 

"Hei, apa kau sudah bangun...." 

Semuanya buram. Aku tidak bisa melihat wajah orang itu dengan baik. 


Tapi aku bisa langsung tahu siapa itu, berkat suara yang sudah dikenali itu. 

Itu bajingan kedua dari rumah.

"....Aku membenci.... mu." 

Aku memaksakan suaraku untuk mengucapkan kata-kata yang tidak bisa kulakukan sebelumnya. 

"....Sungguh, aku sangat membencimu. Aku benci kamu seratus, seribu kali lebih banyak daripada kamu membenciku ......." 

"....." 

"Aku membencimu lebih dari siapa pun di dunia." 

Aku menutup mataku, menyelesaikan kata-kataku, merasa sedikit segar. 

Dan aku tidak dapat melihat karena aku tertidur kembali. 

Mata biru itu gemetar seperti saat gempa, dan orang berambut merah muda itu kaku sekaku yang ia bisa. 




_____
Nah nah, apa kalian tau siapa yang dilihat Penelope terakhir kali??

Jika ada yang tidak dimengerti, boleh TANYA JAWAB DI KOMENTAR yaa!!. mohon dimaafkan..
( ̄ε ̄ʃƪ)

Pastikan kalian komen dibawah ya....!!!
٩(๛ ˘ ³˘)۶♥
👇🏻👇🏻👇🏻


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Chapter 210

 Selamat membaca kakak!! Oh ya, untuk chapter ini dan seterusnya, di tl oleh kak fresella dengan nama wp @Fresella**** Terimakasih kak! ❤ . . . Setelah melihat sosok kecil yang muncul entah dari mana, Vinter berhenti bernapas. Dia buru-buru menarik ujung tongkatnya. Kwaaang-! Dan sihir serangan itu melewati Yvonne dengan jarak yang sedikit lagi akan mengenainya, dan sihir itu menghantam dinding dan menyebabkan suara dan getaran yang besar. Namun, berkat sihir yang melapisi bangunan ini, dindingnya tidak berlubang. "Ugh......!" Sihir yang menyapu kantor itu dengan cepat membuat asap. Dan di antara asap itu, ada seorang wanita dan seorang anak kecil yang mengenakan topeng singa terungkap. "Sudah kubilang aku pasti akan menghancurkannya." Yvonne tertawa terbahak-bahak. Vinter pun mengerutkan kening dan memasang ekspresi yang terlihat putus asa. "Raon!" Dia adalah seorang anak yang sangat berharga karena dia pintar. Tapi mata Raon, terlihat dari celah topeng s...

Chapter 182

 Selamat membaca kakak!! Oh ya, untuk chapter ini dan seterusnya, di tl oleh kak fresella dengan nama wp @Fresella**** Terimakasih kak! ❤ . . . Vinter menatapku dengan mata yang melotot dan memaksaku untuk segera menjawab. Tidak, mungkin itu hanya alasanku. "Itu..." Saya ragu-ragu untuk waktu yang lama, sambil membuka bibir saya dan menutupnya lagi begitu terus selama beberapa saat. Tidaklah jelas untuk mengatakan bahwa masalah kepercayaan adalah jawaban yang benar. Dia mengira saya akan membunuh Yvonne, tetapi dia malah berusaha untuk menyembunyikan kejahatan saya. 'Tidak. Kamu memperlakukanku seperti penjahat ganas ketika kekacauan itu terjadi, bagaimana itu disebut sebagai kepercayaan?' atau 'Tidak. Terakhir kali saat kamu membuat keributan itu, kamu memperlakukanku seperti penjahat kejam, mungkin ini masalah kepercayaan?' Setelah perjuangan yang panjang, saya menjawab dia yang terus memandang saya. "Yah...kedengarannya seperti karaktermu." "...

Chapter 101

. . . 'Apa itu?' Secara reflektif ke jendela sistem yang melayang, tatapan ku naik ke atas kepala eclis. Dan aku membuka mataku. '.... Sudah hilang!' Kalimat itu [Minat 77%], yang baru saja berkilau dengan jelas di kepalanya diubah menjadi [periksa ketertarikannya]. Selain itu, bar ukuran yang diisi dengan warna putih telah berubah menjadi merah gelap. Tapi sebelum aku bisa mengenali apa yang telah terjadi, sebuah tulisan baru muncul. ____ <SYSTEM>  Warna ditampilkan pada bar pengukur tempat ketertarikan. ____ <SYSTEM>  DALAM RANGKA UNYUK MEMERIKSA KETERTARIKANNYA, BUATLAH KONTAK FISIK DENGAN TARGET. –––– "Elise...." Sambil melihat ke jendela sistem dengan mata gemetar, aku berhasil berbicara. Suara yang kencang keluar seolah² sedang tercekik. "Berikan padaku, aku akan meletakkannya untuk mu." Sudut² mulutku yang gemetar terangkat dengan susah payah dan memerintahkan. Eclis perlahan melepas tangan yang ia kenakan di bibirnya. - Traaak.  K...