.
.
.
Aku menggerutu melihat tatapan sang pangeran.
Karena quest yang tiba-tiba, aku lupa mengapa aku mengenakan gaun hitam ini.
"Kamu bahkan tidak memakai aksesorinya."
Ketika aku tidak memberikan jawaban, keraguan memenuhi mata merahnya yang menatap ku.
Aku membuat alasan enggan.
"...... Aksesorisnya sangat cantik sehingga saya mencoba untuk menyimpannya."
"Huh, wakakakkak." Callisto tertawa terbahak-bahak.
Aku sedikit malu karena kedengarannya seperti omong kosong bahkan di telingaku.
Dia menggeliatkan bulu matanya yang menatapku menghindari tatapannya.
"Apakah kamu pikir aku tidak mengenal kamu?"
".......apa?"
"Itu karena kamu tidak ingin terangkap mataku atau mata orang lain."
Aku terdiam karena dia tahu aku.
'Jika kau tahu itu, mengapa kau memberikannya kepada ku?!'
Pada saat yang sama, rasa ketidakadilan ku melonjak.
Kau tidak tahu betapa cemasnya aku, takut kalau kepala pelayan akan pergi kepada Duke dan Derrick dan memberi tahu mereka bahwa aku telah menerima gaun dari Putra Mahkota.
"Sekarang kamu punya tambang berlian yang yang lebar, kamu tidak mau menerima aksesoris berlian dan gaun²?"
Putra mahkota memutar wajahnya dan menjulurkan lidah ke arahku.
"Kamu memiliki kepribadian yang aneh."
"Keluhan kepribadian yang datang dari Yang Mulia ..." (TN: penny pada dasarnya mengatakan "terdengar lucu datang darimu")
Aku hampir tidak bisa menyelesaikan kalimat ku dan berkata,
"Terima kasih atas perhatiannya, tapi saya tidak butuh hadiah."
Kami berpisah secara mendadak terakhir kali jadi aku berhasil mengucapkan kata-kata ini dengan terlambat.
Putra Mahkota menatapku dengan sedikit terkejut.
Namun, kebutuhan untuk menyembunyikan identitas Vinter juga ada di pikiranku, tidak ada lagi yang bisa kukatakan kepadanya tentang hari itu.
Menghadapnya, aku perlahan membuka mulutku.
"Tolong ... lupakan apa yang terjadi hari itu."
"Tentang apa? Bahwa kamu dan aku berciuman dua kali?"
"Tidak!"
Aku panik mendengar ucapan kasarnya dan menggelengkan kepalaku dengan ganas.
"Dan mengapa dua kali? Itu hanya satu kali!"
Dia mengangkat kepalanya atas kata-kataku dan menekuk wajahnya.
"Lanjutkan."
"Saya sedang berbicara tentang So. Le. Il."
Aku mengatakan setiap suku kata secara terpisah karena takut bahwa ia mungkin tersinggung.
"...... itu hanya kecelakaan. Saya harap itu tidak diketahui publik, Yang Mulia."
Itu rahasia, jadi jangan bicarakan itu lagi.
Namun sang pangeran, bukannya memberikan jawaban langsung, berkata.
"Di sebuah pertemuan belum lama ini, aku melakukan percakapan pribadi dengan Duke."
"Dengan .... Ayah?"
"Mengabaikan penampilan luarnya, dia sepertinya tidak tahu karaktermu."
"I, itu ...."
Aku tergagap karena malu. Putra Mahkota sedang mencubit ku karena merahasiakan trik sulap ku bahkan dari Duke.
"Apakah itu? Alasan mengapa kamu menolak hadiah itu?"
Aku kagum pada seberapa cepat Callisto memecahkan masalah.
".......Iya"
Tentu saja, bukan hanya karena alasan itu, tapi aku tetap mengangguk.
"Memang benar saya seorang putri (Duke), tapi saya bukan putri kandungnya."
"Itu benar."
Sang pangeran menerima dengan wajah masam.
"Sebenarnya, aku tahu kamu akan mengatakan itu."
"Anda.... tahu?"
"Aku juga tidak berharap kamu datang saat mengenakan gaun itu."
Itu adalah tindakan yang luar biasa. Aku bertanya kembali dengan cemberut.
"Lalu mengapa anda mengirimnya?"
"Hanya karena."
"......Apa?"
"Karena aku merindukanmu."
Aku tidak percaya apa yang ku dengar.
Napasku tercekat di tenggorokan ketika aku menatap putra mahkota.
Dia memalingkan kepalanya melihat keluar dari teras dan bergumam seolah-olah untuk dirinya sendiri.
"Begitu aku melihat mereka, aku memikirkanmu."
"....."
"Kupikir mereka harus menemukan seorang master yang layak nilainya daripada jatuh ke tangan Iblis."
"....."
"Itu saja."
Anehnya aku menatap Putra Mahkota.
Aku merasa dia bertingkah sangat aneh hari ini. Angin sepoi-sepoi bertiup dari teras.
Dengan rambut bayiku menggelitik pipiku, aku terlambat sadar dan bertanya.
"Iblis?"
"Maksudku, Ratu."
Putra mahkota menjawab dengan mengedipkan mata. Tidak lagi mengejutkan mendengarnya menggunakan kata-kata seperti itu untuk menggambarkan satu-satunya istri kaisar.
'Jadi dia memberikannya kepadaku karena dia tidak ingin itu diambil oleh Ratu.'
Aku tidak tahu apakah itu benar atau tidak, tetapi aku memutuskan untuk percaya padanya.
Kalau tidak, akan sulit untuk menenangkan hatiku yang mulai berdetak seperti orang gila.
"Tapi..."
Putra mahkota tiba-tiba mengayunkan kepalanya ke arahku.
"Aku bahkan memberimu hadiah, bukankah kamu memiliki hadiah ulang tahun untukku atau sesuatu?"
Aku menggelengkan kepalaku dengan terburu-buru agar tidak ketahuan menatapnya. Putra Mahkota membuka matanya.
"Kamu benar-benar tidak memilikinya?"
"Saya menari dengan anda, bukan?"
"Tidak peduli bagaimana pun itu, beraninya kamu tidak memberikan apa-apa pada hari ulang tahun satu-satunya putra mahkota kekaisaran yang telah menjadi pahlawan perang?"
"Saya yakin ada satu (hadiah) dalam nama sang Duke."
Sang pangeran meniup udara dengan frustrasi.
"Ha! Apakah keluarga Eckart tidak mengajarkan sopan santun? Penghormatanmu pada anggota Keluarga Kekaisaran sangat buruk."
Dia terus mengeluh seperti anak kecil, mengatakan bahwa aku perlu menerima pendidikan etika yang tepat dan dia perlu mengajakku tur keliling ruang bawah tanah istana.
Sebelum dia membuat keributan dengan berkata, "Apakah kamu berani menutup telingamu di depan Putra Mahkota?" Aku buru-buru mencari di dalam sakuku.
"Ini nih!"
Aku cepat-cepat menyerahkan apa yang telah ku ambil, dengan cara yang berbicara 'Ambil nih dan pergilah', mulutnya, yang tampak seperti bom beberapa waktu lalu, ditutup rapat.
"Kamu seharusnya memberikannya padaku lebih awal."
Pangeran, yang menyambarnya, tertawa.
Dan dia mulai melepas kertas pembungkusnya dengan tidak berterima kasih.
'Aku membelinya untuk berjaga-jaga, tetapi jika aku tidak membawanya, itu akan menjadi bencana ...'
Aku menatapnya.
"Kenapa kamu repot-repot membungkusnya?"
"Jika anda tidak suka, anda bisa mengembalikannya kepada saya lagi."
"Siapa bilang aku tidak suka itu?"
Ketika aku mengulurkan tangan untuk memintanya lagi, putra mahkota mengangkat hadiah di atas kepalanya.
Dalam sekejap, kertas kado itu robek dan sebuah kotak beludru kecil terungkap.
"Oh, ini kotak aksesori."
Putra Mahkota membuka kotak itu tanpa penundaan, matanya bersinar.
"Ini adalah........"
Dia ragu-ragu dan melihat ke dalam kotak dan segera mengeluarkan isinya.
Di bawah sinar bulan yang terang, batu delima oval, menyerupai warna matanya, bersinar dengan cahaya merah seperti darah.
Itu terlihat agak kasar dan lusuh, dengan hanya paku besar yang menempel pada emas.
"Apakah itu kancing manset?"
"Ini bukan hanya kancing manset."
"Lalu?"
"Itu tertanam dengan sihir ....."
Sebenarnya, ini adalah batas kreativitas ku.
Aku berpikir keras tentang hal itu, tetapi aku tidak tahu apa yang harus diberikan kepada seorang pria yang kuat dengan segalanya.
Selain itu, aku tidak pernah menghadiri ulang tahun pria dewasa.
Aku tidak punya pilihan selain membuat perkiraan kasar seperti ketika aku memberikan kepada Vinter, tetapi ketika hal itu diungkapkan di depan orang yang bersangkutan, aku merasa agak malu.
'Itu sebabnya aku ingin meninggalkannya ketika aku kembali ....'
Aku tidak memiliki kepercayaan diri untuk melakukan kontak mata.
Jadi aku menatap dari balik bahunya ke dinding dan berpura-pura menjadi sebaik mungkin.
"Sihir penyembuhan bekerja paling baik ketika diukir menjadi batu permata yang belum diproses."
"...... sihir penyembuhan?"
"Ya. Jika anda terluka, bawa kancing ke dekat lukanya. Dikatakan bahwa sihir akan terpicu sampai Ruby benar-benar hancur."
Kerajinan mewah dan halus yang dikenakan oleh bangsawan biasanya tidak memiliki mana.
Selain itu, itu sangat mahal dibandingkan dengan penampilannya yang kasar karena jumlah penggunaannya hampir tidak terbatas.
"Jangan tanya saya apakah saya bisa menggunakan sihir penyembuhan atau tidak jika anda terluka di masa depan, cukup gunakan kancing manset ....."
Aku mencoba menjelaskan bahwa pilihan itu lebih praktis daripada estetika, tetapi sepertinya itu hanya alasan.
Suara ku semakin kecil dan semakin kecil. Dan tepat saat mataku secara bertahap melihat ke bawah,
* menetes * * menetes *
Suara mengerikan terdengar.
"Apa......"
Aku mengangkat kepalaku untuk melihat Callisto.
Bajingan itu menusuk telinganya dengan kancing manset yang aku berikan padanya untuk dikenakan di lengan bajunya.
"Apakah ini akan berfungsi?"
Dia bertanya menutupi telinganya.
Tetesan darah merah gelap jatuh dari ujung telinganya.
"Ya, Yang Mulia!"
Aku benar-benar hancur. Calisto tersenyum padaku seolah dia sedang bersenang-senang.
Aku tergagap untuk waktu yang lama pada keanehannya dan segera berteriak seperti banshee*.
"Hanya ..... Apasih yang kau pikir kau lakukan!"
"Kenapa? Aku bisa memakainya seperti ini dan mengeluarkannya jika perlu."
"Siapa yang menaruh manset ke daun telinganya!"
"Putra mahkota negara ini."
Dia mengangkat dagunya dan menatapku dengan puas, lalu tertawa seperti orang gila seolah kata-kataku lucu.
Melihat pangeran mahkota dengan samar, cahaya merah mulai berkedip pada batu delima yang bersentuhan dengan daun telinganya.
Artefak yang merasakan luka memicu sihir.
"Tidak perlu menatapku seolah-olah aku gila. Hadiah yang kamu berikan padaku telah menyembuhkanku."
"Saya benar-benar ...... tidak mengerti anda, Yang Mulia."
Aku menghela nafas rendah ketika aku melihat ke telinganya dengan noda darah yang masih menempel di sekujur telinganya.
Putra Mahkota merespons dengan mudah.
"Itu sama untukku."
"Bagaimana dengan saya?"
"Bukankah aku sudah memberitahumu bahwa aku belum pernah melihat seorang wanita seaneh kamu?"
"Saya benar-benar normal. Yang Mulia harus bertemu dengan tabib."
Jadi di antara kami orang-orang aneh, mari kita coba bersikap baik satu sama lain.
Putra Mahkota memotong ku dan meluruskan.
Dia berkata, menghadap ku dengan mata merahnya yang bersinar, seperti batu delima di telinganya.
"Mari kita secara resmi berkencan, Tuan Putri."
.
.
.
____
Haaii,, makasii udah mampir baca.
Jika ada yang tidak dimengerti, boleh TANYA JAWAB DI KOMENTAR yaa!!. mohon dimaafkan..
( ̄ε ̄ʃƪ)
OMG
BalasHapusHoho... 👏😎
BalasHapus