Langsung ke konten utama

Chapter 136


.
.
.
 Vinter buru-buru kembali dengan sepatu yang kuberikan padanya seolah dia telah diusir.

Ku pikir semua kontak dengannya sudah berakhir.

Tapi begitu aku melepas pakaianku, aku merasakan sentuhan dingin logam di leherku.

"Sial."

Dengan kepala menunduk, aku mengerutkan kening dan mengucapkan kutukan sebentar.

Ada kalung Vinter yang harus diberikan pada pemeran utama wanita.

'Augh, aku seharusnya memberikannya kepadanya bersama sepatu ...'

Dengan ini, aku ingin menangani semua hal tentang Vinter melalui surat.

Namun, karena artefak kuno tidak dapat dilewatkan begitu saja, kita perlu bertemu lagi setidaknya sekali.

Aku menghela nafas kesal, melepas kalung itu dan meletakkannya di laci mejaku.

Aku mengeluarkan sepotong cermin yang sudah kuselipkan ke dalam saku kecil di dalam bajuku dan meletakkannya di sebelahnya.

Aku melihat ke laci secara tidak sengaja dan sebelum aku menyadarinya, ada banyak hal yang ku dapatkan dari permainan sebagai hadiah.

Aku merasa aneh karena sepertinya aku mengumpulkan sampah yang bahkan tidak ku gunakan.

Melihat ke bawah dengan wajah yang aneh, aku segera menutup laci dengan suara 'tak-'.

****

Hari berikutnya.

Si Butler, yang mencari ku dengan pesan mendesak, mengunjungi kamar ku pagi-pagi.

"Nona."

Setelah Butler memberikan salam pendek, dia memasang wajah yang agak kaku.

"Ada sesuata yang ingin saya katakan kepada anda."

"Apa yang sedang terjadi?"

"Eclise, yang pergi belajar ilmu pedang dengan Sir Spencer, belum kembali."

"....Apa?"

Duduk di meja rias, aku Berhenti dan menatap Butler.

"Apa yang kamu bicarakan? Dia tidak kembali?"

"Dia telah kembali ke wilayah pada malam hari setelah seharian berlatih keras, tapi tadi malam .. hanya kereta yang dia gunakan untuk bepergian yang kembali."

"....."

"Saya terburu-buru untuk memberitahu anda tadi malam, tapi lelaki tua ini pasti sudah pikun dan tertidur. Saya minta maaf, Nona."

Setelah menyelesaikan kata-katanya, Butler membungkuk dalam di depanku untuk meminta maaf.

Tampaknya sihir Vinter benar-benar berhasil, dia tidak pernah ingat bahwa aku menyelinap keluar.

Tapi aku merasa agak lengah.

Alasan mengapa dia terburu-buru untuk menemukan ku melalui Emily adalah untuk menyampaikan masalah yang lebih penting daripada yang kupikirkan.

Aku mengerutkan kening dan buru-buru menjawab.

"Bagaimana dengan sopirnya? Dia pasti tahu sesuatu karena dia pergi bersamanya."

"Ketika saya bertanya kepada pengemudi, dia mengatakan Eclise tidak datang meskipun sudah waktunya untuk kembali. Sir Spencer juga mengatakan dia menyelesaikan pelatihannya seperti biasa."

"Kalau begitu..."

Asumsi terburuk muncul di benak ku.

'Dia kabur.'

Eclise memiliki persepsi, intuisi, dan otak yang sangat baik.

Dia pasti juga menyadari bahwa terlalu tidak masuk akal untuk secara formal mempelajari ilmu pedang dalam dukedom.

Dia sudah tahu, namun dia masih meminta ku untuk menyimpannya seorang guru.

'Jangan bilang, dia akan melakukan ini dari awal ...'

Aku belum mengkonfirmasinya, tetapi ketertarikannya mungkin lebih dari 90% sekarang.

Tetapi jika dia menggunakan aku untuk melarikan diri.

'Aku mati.'

Tangan di meja rias mengepal. 

'Sungguh mengherankan aku bertahan sejauh ini. Apakah aku seharusnya mati dengan sisa 10%?'

Aku secara alami mengertakkan gigi.

Aku akan tenggelam dalam kesengsaraan yang tak ada habisnya, dengan instan menganggap yang terburuk.

Tiba-tiba, Butler melakukan kontak mata denganku.

"....Nona, saya minta maaf untuk mengatakan ini."

Apakah dia memikirkan hal yang sama dengan ku, dia berbicara dengan hati-hati.

"Sihir Pelacakan tertulis di semua kalung penahan yang dikenakan budak."

"Pelacakan?"

"Brnar. Jadi bagaimana kalau memanggil penyihir keluarga...."

Butler itu mengalihkan pandangannya ke tangan kiriku di atas meja rias, mengaburkan akhir kata-katanya. 

Dia mengalihkan pandangannya sekaligus.

Aku bisa melihat cincin ruby besar masih menempel di jari telunjuk kiriku.

Aku terlalu gemetar tanpa sadar, dan batu delima merah di tanganku bergetar.

"... Masih terlalu dini untuk mengambil kesimpulan."

Perlahan aku melepaskan tanganku yang kuat mengendurkan tinjuku.

Eclise langsung menolak tawaran ku untuk melepaskam kalung nya.

Dia tidak ceroboh atau cukup bodoh untuk melarikan diri dengan tali.

Perlahan-lahan, alasan aku kembali.

Hanya pada saat itulah ketakutan akan kematian dan rasa pengkhianatan mulai terlihat.

"Untuk sekarang .. tunggu sebentar lagi."

Si Butler membuka matanya lebar-lebar atas instruksi ku, lalu dengan ragu bertanya kembali.

"Ibukotanya tidak terlalu aman, Nona. Kenapa kita tidak mengirim orang untuk mencari di sekitar Desa kalau-kalau dia diserang ...."

"Tidak, terima kasih."

Aku menjawab dengan tegas.

Tidak ada yang lebih konyol daripada asumsi bahwa seorang pemimpin laki-laki mungkin terperangkap dalam situasi berbahaya.

"Tunggu saja dia kembali dengan kakinya sendiri."

"Baik. Dipahami, Nona."

Si Butler sepertinya tidak mengerti reaksiku, tetapi dia diam-diam menerimanya.

Namun, itu tidak berarti bahwa masalah utama menghilang.

"Tapi, bagaimana saya bisa memberi tahu Duke Muda ..."

Jika Derrick tahu, itu akan menjadi masalah jika dia menendang Eclise.

"... Tolong rahasiakan dari saudara pertama."

"Nona."

"Aku memohon padamu, Butler. Aku tidak ingin membuat ini masalah besar. Dia akan segera kembali."

Si Butler mengangguk dengan wajah yang sulit.

"Terima kasih. Kamu boleh pergi."

Kletak--. Setelah beberapa saat, suara Butler yang menutup pintu terdengar.

Aku berjuang untuk menyangkal kecemasan yang membengkak, menekan pelipis kesemutan ku.

'Apa yang terjadi?'

Bahkan jika dia tidak, aku tidak punya pilihan selain percaya padanya sekarang.

Ketertarikan Eclise adalah hidupku.

Kecurigaan konyol mungkin memiliki risiko yang sangat mempengaruhi ketertarikannya.

'Sekarang hanya ada 10%.'

Sejak saat itu, aku mulai melawan keraguan yang terus-menerus.

***

Aku tidak tahu bagaimana hari itu berlalu.

Aku memakan makan malam yang disiapkan Emily, dan itu jauh hingga malam ketika aku berulang kali membuka dan menutup buku yang sedang kubaca.

Itu hampir tengah malam. Tetapi sampai saat itu, aku masih belum mendengar tentang kembalinya Eclise.

Kecemasan ku mencapai puncaknya.

Aku tidak tahan dan akhirnya membuka mulutku ketika aku menggosok cincin ruby.

"Emily, panggil Butler."

"Ya, Nona."

Emily, yang telah menatapku sepanjang hari, meninggalkan ruangan dengan tergesa-gesa

"Anda memanggil, Nona."

Setelah beberapa saat, Butler tiba.

Aku langsung memberi perintah.

Bahkan jika Derrick mengetahuinya, ini adalah satu-satunya cara sekarang.

"Kirim orang dan anjing untuk pergi ke desa tempat Sir Spencer tinggal."

"Ya? Saya, saya mengerti."

"Dan bawa semua penyihir keluarga ..."

Saat itu.

"N-Nona! Butler!"

Emily, yang menghindari berbicara sejauh ini, masuk melalui pintu yang terbuka.

"Nona, pengawal anda telah kembali!"

Aku bertemu mata pada saat yang sama dengan Butler karena tangisannya.

"Bawa dia ke kamarku segera."

Setelah beberapa saat, Butler membawa Eclise ke kamarku.

Dalam suasana hatiku yang mengerikan, Butler bergegas keluar dari ruangan, hanya menyisakan Eclise.

Ada keheningan yang membeku di ruangan tempat kami berdua berdua.

"....Master."

Eclise berjalan perlahan, memecahkan kesunyian yang berat.

Saat dia mendekati dekat meja tempat ku duduk, dia secara alami duduk berlutut di kaki ku.

Dia mengangkat wajahnya yang tanpa ekspresi dan menatapku.

Apa yang terjadi pada siang hari?

Wajahnya pucat dan aneh seperti orang sakit.

Kesabaran ku terlalu terbatas untuk bertanya apakah dia terluka di mana saja.

"Kemana Saja Kamu?"

Suara yang keluar itu tajam.

Aku selalu tersenyum di depannya, berbicara dengan suara lembut.

Mata abu-abu-coklat itu bergetar ketika dia menghadapi diriku yang sebenarnya.

"....Master."

"Jawab aku."

Aku menekannya, tidak meninggalkan celah.

"Kenapa kamu menghilang tanpa mengatakan apa-apa?"

"Apakah anda.... khawatir?"

"Khawatir?"

Tawa dingin meledak. 

Hanya ada lebih dari tiga minggu sebelum sang 'Putri sesungguhnya' kembali.

Dengan tiga minggu tersisa sampai aku melarikan diri, ketakutan, kegelisahan, dan mati lemas mungkin muncul.

Bisakah kau menyatukannya menjadi satu 'khawatir'?

"Apakah kamu mengolok-olok ku?"

Pada saat itu, aku bahkan tidak bisa melihat rona merah gelap yang bersinar diatas kepalanya.

"Apakah aku terlihat seperti orang bodoh yang bisa kamu ombang- ambing saja karena aku membelikanmu barang dan melakukan semua yang kamu inginkan tanpa pertanyaan?"

"....."

"Aku mungkin pernah sekali."

Aku mempertaruhkan hidup ku dan bergerak maju. Aku memohon dan menundukkan kepalaku ke Duke berulang kali.

Namun, aku gemetar ketakutan ketika berpikir bahwa ketertarikannya akan menurun, dan bahkan tidak berbicara menentangnya.

Aku nyaris menelan kata-kata yang mencapai ujung leherku, dan mengambil napas dalam-dalam.

"....Kamu tidak tahu seberapa jauh aku harus bertahan dengan keegoisanmu."

"Maaf, Master."

Eclise menggelengkan kepalanya, menghindari mataku.

Sepertinya dia adalah anjing yang ditinggalkan.

"Sebelumnya ... Ada kecelakaan."

Dia menurunkan matanya dan mengaku. Aku bertanya dengan dingin.

"Kecelakaan apa."

"Saya bertemu teman-teman saya."

Dia mengangkat kepalanya lagi dan menghadapi ku.

Dan amarah ku yang tidak dimurnikan hilang karena mata sedih yang ku temui.

"Mereka yang dijual sebagai budak seperti saya."
.
.
.

____
Haaii,, makasii udah mampir baca.
Jika ada yang tidak dimengerti, boleh TANYA JAWAB DI KOMENTAR yaa!!. mohon dimaafkan..
( ̄ε ̄ʃƪ)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Chapter 210

 Selamat membaca kakak!! Oh ya, untuk chapter ini dan seterusnya, di tl oleh kak fresella dengan nama wp @Fresella**** Terimakasih kak! ❤ . . . Setelah melihat sosok kecil yang muncul entah dari mana, Vinter berhenti bernapas. Dia buru-buru menarik ujung tongkatnya. Kwaaang-! Dan sihir serangan itu melewati Yvonne dengan jarak yang sedikit lagi akan mengenainya, dan sihir itu menghantam dinding dan menyebabkan suara dan getaran yang besar. Namun, berkat sihir yang melapisi bangunan ini, dindingnya tidak berlubang. "Ugh......!" Sihir yang menyapu kantor itu dengan cepat membuat asap. Dan di antara asap itu, ada seorang wanita dan seorang anak kecil yang mengenakan topeng singa terungkap. "Sudah kubilang aku pasti akan menghancurkannya." Yvonne tertawa terbahak-bahak. Vinter pun mengerutkan kening dan memasang ekspresi yang terlihat putus asa. "Raon!" Dia adalah seorang anak yang sangat berharga karena dia pintar. Tapi mata Raon, terlihat dari celah topeng s...

Chapter 182

 Selamat membaca kakak!! Oh ya, untuk chapter ini dan seterusnya, di tl oleh kak fresella dengan nama wp @Fresella**** Terimakasih kak! ❤ . . . Vinter menatapku dengan mata yang melotot dan memaksaku untuk segera menjawab. Tidak, mungkin itu hanya alasanku. "Itu..." Saya ragu-ragu untuk waktu yang lama, sambil membuka bibir saya dan menutupnya lagi begitu terus selama beberapa saat. Tidaklah jelas untuk mengatakan bahwa masalah kepercayaan adalah jawaban yang benar. Dia mengira saya akan membunuh Yvonne, tetapi dia malah berusaha untuk menyembunyikan kejahatan saya. 'Tidak. Kamu memperlakukanku seperti penjahat ganas ketika kekacauan itu terjadi, bagaimana itu disebut sebagai kepercayaan?' atau 'Tidak. Terakhir kali saat kamu membuat keributan itu, kamu memperlakukanku seperti penjahat kejam, mungkin ini masalah kepercayaan?' Setelah perjuangan yang panjang, saya menjawab dia yang terus memandang saya. "Yah...kedengarannya seperti karaktermu." "...

Chapter 101

. . . 'Apa itu?' Secara reflektif ke jendela sistem yang melayang, tatapan ku naik ke atas kepala eclis. Dan aku membuka mataku. '.... Sudah hilang!' Kalimat itu [Minat 77%], yang baru saja berkilau dengan jelas di kepalanya diubah menjadi [periksa ketertarikannya]. Selain itu, bar ukuran yang diisi dengan warna putih telah berubah menjadi merah gelap. Tapi sebelum aku bisa mengenali apa yang telah terjadi, sebuah tulisan baru muncul. ____ <SYSTEM>  Warna ditampilkan pada bar pengukur tempat ketertarikan. ____ <SYSTEM>  DALAM RANGKA UNYUK MEMERIKSA KETERTARIKANNYA, BUATLAH KONTAK FISIK DENGAN TARGET. –––– "Elise...." Sambil melihat ke jendela sistem dengan mata gemetar, aku berhasil berbicara. Suara yang kencang keluar seolah² sedang tercekik. "Berikan padaku, aku akan meletakkannya untuk mu." Sudut² mulutku yang gemetar terangkat dengan susah payah dan memerintahkan. Eclis perlahan melepas tangan yang ia kenakan di bibirnya. - Traaak.  K...