.
.
.
"K-kau ... kau!"
Pemimpin berjubah hitam mulai menunjuk ke arahku.
Bukan hanya dia, tetapi mata semua jubah hitam yang berdiri di depan altar ada pada ku.
Karena aku menggunakan sihir lain, sihir transparansi menghilang.
"Gimana bisa monster monster kuno itu terbunuh ..."
Pria itu bergumam dengan suara bergetar seolah dia tidak bisa mempercayainya.
"Aku akan membunuh bangsat ini-"
"Dekina ..."
Aku diam-diam memperbaiki awal mantera.
{{(°△°; "}}!-!
Semua orang baru saja melihat dengan mata kepala sendiri seberapa besar kekuatan sihir yang kumiliki.
"Kau sebaiknya tidak bergerak. Jika kau tidak ingin berakhir seperti monster² itu."
Aku menggulung salah satu sudut mulutku dan tertawa jahat.
Lalu aku memegang Raon di tanganku dan mengangkat diriku dengan bangga.
Seolah peringatan ku telah bekerja dengan pasti, mereka hanya tersentak pada tindakan ku dan tidak pernah berpikir untuk datang.
Aku masih melirik jubah putih yang menatapku dalam diam dengan relik di tangannya.
'Mereka mengatakan relik itu dapat menghancurkan pikiranmu. Aku tidak bisa melihatnya.'
Aku berusaha menghindari melihat lengan wanita itu sebanyak mungkin, dan aku perlahan menjauhkan diri.
Saat itulah aku baru saja turun dari altar, cahaya redup menyembur ke arahku.
Jubah putih, yang menatapku tanpa bergerak, tiba-tiba mengangkat cermin di lengannya.
"Di Assum."
Dengan suara bernada rendah, cahaya biru datang dari dalam cermin.
Cahaya itu menerangi ku.
Tidak ada waktu luang. Aku memeluk kepala Raon dan menutup mataku dengan erat.
Tetapi meskipun aku menutup mata dengan erat dan tidak melihat artefak, cahaya menembus.
Dalam sekejap, tampilan menyala biru.
Sementara itu, banyak adegan telah berlalu. (Dia berhalusinasi)
Itu berubah begitu cepat sehingga aku tidak tahu persis apa yang terjadi.
"Ukh."
Aku tidak bisa menutup mata dengan tangan karena aku memeluk Raon.
Aku melangkah mundur, mengerutkan kening pada pemandangan ilusi yang tampaknya terlihat dan menghilang.
"S-sekarang adalah kesempatannya!" Pada saat itu pemimpin berteriak.
"Putri-!" Suara Putra Mahkota, yang memanggilku dengan sungguh-sungguh dari kejauhan, juga terdengar dengan sedikit perbedaan.
'Kendalikan dirimu! Kalau terus begini kamu akan mati!'
Aku berusaha mengembalikan kesadaranku di tengah halusinasi yang pusing.
Mantra sihir itu muncul di benakku melalui panggilan itu, aku membuka mulut ku.
"De-de...."
Benda panas membengkak di leher ku lagi.
Aku tidak tahu mengapa, tetapi untuk kedua kalinya, sangat sulit untuk mengeluarkan mantra.
"Bunuh dia dan singkirkan dia!"
Aku bisa merasakan mereka datang.
Aku berjuang mati-matian dengan meningkatnya panas.
Dan akhirnya, mantra sihir keluar dari mulutku dengan sekuat tenaga.
"Dekina retrium--!"
Tangisan putus asa terdengar, dan ...
* Gederr * * Bam * * Bam *
Sekali lagi, ada gemuruh yang memekakkan telinga yang mengguncang seluruh tempat.
Cahaya biru yang menempati pemandangan telah menghilang.
Hanya dengan begitu aku bisa membuka mataku dengan susah payah.
Aku berkedip beberapa kali untuk mendapatkan kembali pandanganku.
Ketika aku mendapatkan penglihatan yang jelas, kemudian aku terguncang karena tidak percaya akan Penglihatan di depan ku.
"Apa, apaan?"
Beberapa saat yang lalu, ada jubah hitam yang tak terhitung jumlahnya yang menempel di sekitar altar, tersebar di semua tempat, seolah-olah sebuah bom telah jatuh.
Kebanyakan dari mereka berdarah dan tidak bergerak.
Tampaknya sudah mati.
* Bam * * Bam *
Sesuatu berlalu sebelum aku bisa memahami situasinya.
"Aaahhhh!"
Beberapa jubah hitam yang tersisa menjerit dan berserakan.
Tapi itu hanya untuk sementara waktu. Kemudian mereka disambar oleh cahaya yang menyala-nyala, dan mereka terbang seperti lembaran kertas.
Itu adalah kekuatan destruktif yang mengerikan.
'Whoa ...'
Aku membuka mulut lebar-lebar.
Ada bola² yang tak terhitung jumlahnya yang tampak dua kali lebih besar dari monster mati, memantul di aula seperti orang gila.
Cahaya menyala yang kubuat dengan membaca mantra itu seolah-olah dimaksudkan untuk menghancurkan segala sesuatu di ruang ini.
Untungnya, serangan itu tidak menjadi gila bagi ku.
* Hwikkk-! *
Pada saat itu, banyak cahaya telah meledak di suatu tempat.
Itu mengarah ke altar.
* Bam * Angin kencang bertiup dengan raungan yang memekakkan telinga.
Energi kasar meledak seperti ledakan.
"Ugh."
Sambil memegang raon, aku didorong ke dekat altar.
Beruntung tidak ada sisa-sisa Leila yang berbahaya di sekitarnya.
Aku berhasil berhenti didorong ke belakang dan memperkuat kakiku.
"De-dewi!"
Seseorang berteriak seperti setan.
Memalingkan kepalaku ke arah itu, tiba-tiba aku membuka lebar mataku.
Jubah putih jatuh di altar.
"Dewi! Tolong bangun!"
Jubah hitam mendekatinya.
Aku bisa melihat cairan merah yang tumpah di jubah putihnya.
Apakah dia dihantam secara langsung oleh seberkas cahaya yang terbang, peninggalan yang dipegang wanita itu hancur di sekelilingnya.
'Aku tidak bermaksud mengambil alih apa yang seharusnya dilakukan Vinter.' (Bcs Vinter ingin menghancurkan peninggalan itu)
Saat itulah aku menatapnya dengan tatapan bingung.
Cahaya menyala di dekat kakiku.
"Ini..."
Itu adalah salah satu potongan cermin yang pecah.
Aku merasa seperti itu telah diluncurkan ke sini ketika terkena sihir ku. Itu berkilau seolah ingin aku mengambilnya.
Aku merasakan deja vu.
Aku membungkuk dan mengambilnya dengan satu tangan.
Pada saat yang sama, Bam- !!
Raungan lain terdengar.
Salah satu cahaya yang menyala menghantam patung di altar.
* Bammph-! *
Patung dan langit-langit runtuh seketika.
Dan kemudian, * Shwaa-! * Aliran air mulai menyembur dari celah.
Bau asin dan amis menyebar.
Gua itu rusak dan air laut masuk.
"Kita harus pergi, dewi!"
Di tengah kekacauan, wanita itu yang tidak bisa menjaga tubuhnya bersama, dibawa oleh jubah hitam.
Dia mengeluarkan bola kristal dengan satu tangan dan menggumamkan sesuatu.
Kemudian cahaya biru keluar dari bola kristal dan mengelilingi mereka.
Secara naluriah, aku menyadari bahwa mereka berusaha melarikan diri.
'Kita harus membunuh mereka semua di sini!'
Segera setelah aku membuka mulut untuk menjeritkan mantra lagi.
"Dekina ...."
Mata ku bertemu lagi dengan wanita yang baru saja pulih akal sehatnya itu.
Topengnya patah dan aku bisa melihat darah menetes dari wajah yang dia tutupi dengan tangan.
Tapi kerudung yang dia kenakan terkoyak, memperlihatkan kepalanya.
Aku lupa meneriakkan mantra dan membuka mataku lebar-lebar.
Pada saat itu, aku tidak bisa mendengar dinding runtuh atau air lautan masuk.
Aku terengah-engah.
Pada saat itu, rambut merah muda yang indah berkibar di udara.
Mata biru itu menatapku.
".... Pemeran utama wanita?"
Aku meragukan penglihatan ku sendiri.
'Tidak mungkin, itu sama sekali tidak masuk akal. Aku pasti salah.'
Tapi tidak peduli seberapa banyak dia menutupi wajahnya, aku sudah memainkan permainan dan mengalahkan semua rute mode normal untuk mengetahui sebanyak itu.
Penampilan wanita itu, sangat cocok dengan ilustrasi permainan.
Cahaya biru semakin kuat.
Saat itu.
"Putri!"
Seseorang dengan kasar meraih pundakku.
Rambut emas bergetar di depan mataku.
" {{(°△°; "}}!-!"
Baru kemudian napas ku kembali.
Aku terengah-engah dan memanggil pangeran.
Callisto menarik Raon dari lenganku dan memeluknya, lalu berkata dengan mendesak,
"Apa yang kamu lakukan? Kita juga harus segera keluar dari sini!"
"Tapi, di sana ..."
Aku melihat kebingungan ke altar.
* Shwa-! * Tempat itu kosong, dengan hanya sejumlah besar air laut yang mengalir.
"Berkat kamu yang membuat sihir seperti wanita gila, gua berantakan. Jika kamu tidak pergi sekarang, kamu akan dimakamkan."
Berkat kata-katanya, aku sadar kembali secara bertahap.
"Bagaimana dengan Vin-, Binsoo?"
Aku mencari-cari Vinter. Putra Mahkota menjawab sambil bergerak dengan mendesak.
"Dia mulai sadar ketika kamu melakukan serangan sihir kedua. Aku memerintahkannya untuk membawa anak-anak dan keluar sebelum kamu melahap gua."
Itu bukan hal yang baik untuk dikatakan, tetapi aku merasa lega. Benar-benar lega.
* Percikan * * Percikan * Air sudah mencapai pergelangan kaki ku.
Kami bergegas ke lorong dan berlari menuju pintu keluar.
Boam-! Boam-!
Tapi tidak lama kemudian, gua itu tiba-tiba bergetar seolah akan runtuh.
"Aaah!" Pekikku singkat.
"Sialan! Tidak bisakah kamu mengendalikan sihir sialan ini setelah melemparkannya?"
Putra Mahkota mengucapkan kutukan yang keras.
Aku merasa sangat tidak adil.
'Siapa yang tahu sihir sistem itu begitu kuat?'
Namun, karena aku adalah orang yang menghancurkan gua, aku tidak bisa mengatakan apa-apa.
Putra Mahkota dan aku buru-buru bergegas keluar dari gua.
Berapa lama kami harus berlari seperti orang gila?
* Guerrr * * Boom *
Getaran itu tampaknya semakin dekat dengan kami.
Aku dan sang pangeran memutar kepala kami dengan reflektif.
* Whouss *
Di belakang kami ada gelombang besar air yang mengalir deras ke arah kami dengan kecepatan yang menakutkan.
"Aaaaah!"
{{{゚Д゚"}}
Pangeran mahkota dan aku berteriak pada saat yang sama dan berlari untuk hidup.
Tetapi tidak peduli apa pun, kaki manusia yang tidak bisa berlari lebih cepat dari air yang bergelombang.
'Sialan X, sekarang ada rute tenggelam, dasar game gila!!'
щ(゚Д゚щ)
Sesaat sebelum air laut menghantam tubuh, pikiran terakhir yang muncul secara alami adalah kutukan bagi pembuat game.
.
.
.
____
Haaii,, makasii udah mampir baca.
Jika ada yang tidak dimengerti, boleh TANYA JAWAB DI KOMENTAR yaa!!. mohon dimaafkan..
( ̄ε ̄ʃƪ)
Komentar
Posting Komentar